Agaknya poin inilah yang menjadi kelebihan utama dari para pengusaha
Tionghoa. Dalam keluarga Tionghoa, kerja keras bukanlah hal yang aneh.
Mereka sudah terbiasa lembur hingga pagi. Jika ada kesempatan, seperti
hari menjelang Lebaran, mereka tahu bahwa permintaan akan meningkat,
maka mereka akan bekerja keras untuk memenuhi permintaan tersebut karena
mereka menyadari bahwa Lebaran hanya satu kali dalam satu tahu. Moto
orang Tionghoa dalam kerja keras yang sering saya dengar adalah “Kita harus bisa memindahkan gunung” dan “Kita harus bisa seperti orang lain walaupun kita melakukannya 100 kali lebih keras dari mereka.”
Orang Tionghoa pada umumnya berani memulai suatu usaha dan tidak takut gagal. Mereka mempunyai sense of urgency yang tinggi. Mereka sering berpendapat, “Jika tidak memulai sekarang, kapan lagi?” Gagal bukanlah hal yang menakutkan karena umumnya mereka selalu memulai usaha dengan apa adanya dan dari bawah.
Kedua: mengumpulkan informasi dan belajar.
Sebelum terjun ke suatu bidang usaha, umumnya orang Tionghoa akan
mengumpulkan informasi sebanyak mungkin. Mereka tidak segan pergi ke
saudara, teman, dan bahkan pihak yang tidak mereka kenal. Setiap
pembicaraan dengan siapa saja mereka untuk menanyakan usaha yang akan
mereka tekuni. Kemanapun mereka pergi, mereka akan membuka mata dan
telinga lebar-lebar. Dengan kata lain mereka sangat mahir melakukan
survey terhadap usaha yang akan mereka geluti.
Selain itu, mereka juga tidak segan untuk belajar. Cara belajar yang
umum dari mereka adalah bekerja untuk orang yang usahanya serupa.
Setelah yakin telah menguasai cukup informasi dan keterampilan mereka
akan berusaha sendiri.
Ketiga: melakukan perencanaan.
Perencanaan yang paling umum dilakukan oleh orang Tionghoa adalah
melihat dari segi untung-ruginya suatu usaha. Dalam bahasa akademis,
mereka mempertimbangkan visibility usaha yang akan mereka
jalankan. Berapa banyak ongkos yang akan dikeluarkan, bagaimana cara
mendapatkan bahan baku/material, bagaimana mempersiapakan produk mereka,
siapa yang akan beli, akan dijual dimana, kapan kembali modal, dan
berapa keuntungannya merupakan faktor utama yang mereka pertimbangkan.
Perencanaan mereka juga sangat memperhatikan efektifitas (tujuan
tercapai) dan efisiensi (tepat cara, tanpa banyak mengorbankan waktu dan
tenaga) usaha yang mereka geluti.
Keempat: membina relasi.
Walaupun orang Tionghoa sangat kompetitif, tetapi mereka selalu
sadar bahwa membina relasi adalah salah satu kunci keberhasil usaha
mereka. Untuk membina hubungan baik mereka tidak ragu untuk mengeluarkan
pengorbanan tertentu, seperti pemberian hadiah, mengundang makan dan
melakukan entertain terhadap relasi mereka.
Siapa saja yang bisa membantu melancarkan dan mengembangkan usaha
adalah relasi mereka. Dengan pembinaan relasi yang baik, akan terbuka
kerja sama yang saling menguntungkan.
Kelima: kemampuan administratif dan inventory control.
Agaknya banyak orang lupa akan hal yang satu ini. Orang Tionghoa
sangat sadar akan pentingnya kemampuan dalam beradministrasi dan
melakukan mengontrolan inventory. Mereka sangat memperhatikan secara
terperinci setiap kegiatan usaha mereka dan merekamnya dalam catatan.
Karena itu mereka tahu betul bagaimana neraca keuagan mereka dan
persediaan inventory mereka.
Sebagai contoh, jika kita hendak belanja sesuatu di toko orang
Tionghoa sangatlah jarang bahwa mereka sampai kehabisan persediaan.
Keenam: kemampuan pemasaran.
Kemampuan pemasaran orang Tionghoa umumnya ditunjang oleh kemampuan
mereka dalam memenuhi kebutuhan dan kemauan pelanggan dan kemampuan
menentukan harga jual dari suatu produk secara tepat. Dari proses ini,
maka terjadilah penyebaran iklan gratis dari mulut kemulut.
Untuk pengusaha yang cukup besar, mereka melakukan positioning secara professional dengan mensponsori kegiatan tertentu dan pemasangan pengiklanan melalui media cetak dan media digital.
Ketujuh: mendelegasikan.
Orang Tionghoa sadar betul bahwa untuk mengembangkan suatu usaha
agar menjadi besar, mereka harus bisa mendelegasikan pekerjaannya.
Syarat utama pendeligasian adalah bahwa orang atau karyawan mereka harus
bisa dipercaya. Karena itu, mereka cenderung mencari orang yang sudah
dikenal lama dan terbukti bisa dipercaya. Bagi mereka keahlian berusaha
bisa diajarkan, tetapi kebercayaan tergantung dari masing-masing
kepribadian.
Karena sistem kepercayaan ini jugalah maka, mereka tidak segan-segan
meminta anak mereka yang masih kecil untuk membantu usaha mereka. Di
lain pihak, anak mereka yang sudah terbiasa terekspos dengan usaha orang
tuanya, membuat sang anak tumbuh dengan naluri usaha yang mendarah
daging.
Kedelapan: mendiversifikasi.
Pengusaha Tionghoa tidak mudah merasa puas dan cukup atas usaha
mereka. Mereka selalu berusaha untuk memperluas usahanya. Salah satu
caranya adalah dengan melakukan deversifikasi produk.
Mereka cenderung mempunyai keinginan untuk memenuhi semua kebutuhan
dan keinginan pelanggannya. Mereka ingin agar pelanggannya hanya datang
ke mereka. Untuk itu, mewujudkan keinginan ini, cara yang paling tepat
adalah berani melakukan deversifikasi produk.
Kesembilan: mengolah keuangan.
Tidak ada istilah “uang mati” dalam kamus berdagang ala
orang Tionghoa. Mereka selalu mempekerjakan uang tersebut supaya bisa
berlipat ganda. Cara yang paling umum dilakukan adalah menanamkan modal
kembali ke usaha mereka. Hal ini bisa dilakukan untuk memdirikan usaha
baru atau untuk membesarkan usaha yang telah ada.
Mental untuk melipatgandakan uang memang sudah tertanam dari kecil
di lingkungan keluarga mereka. Contohnya, jika mereka menerima pemasukan
Rp.100, maka mereka akan menyimpan paling tidak Rp. 25 dan sisanya
ditanamkan kembali keusaha mereka dan untuk kebutuhan hidup mereka.
Contoh prinsipnya adalah perencanaan yang baik dan kerja keras.
Prinsip perencanaan yang baik adalah untuk mencapai keefektifan dan
keefisiensian dalam proses kerja. Prinsip kerja keras adalah bagaiman
memotivasi saya sendiri dan karyawan saya untuk tidak cepat putus ada.
Dalam kondisi seperti ini, orang tua sering memotivasi dengan berkata, “Ayo, kita bisa memindahkan gunung .” Pengalaman seperti ini diterapkan dalam usaha sekarang ini.
Inti kesuksesan dari bisnis keluarga orang Tionghoa, yaitu warisan nilai-nilai atau prinsip-prinsip usaha yang berhasil diturunkan oleh orang tua Tionghoa kepada anak-anaknya.
Sebagai contoh, jika kita pergi ke toko-toko orang Tionghoa, sering
kali kita dilayani oleh anak mereka yang masih duduk di bangku Sekolah
Dasar. Tanpa merasa canggung, anak tersebut bisa melayani kita dengan
mahirnya. Adalah hal yang wajar jika suatu saat ia tumbuh menjadi orang
dewasa, maka ia sudah siap untuk berusaha.
Orang tua Tionghoa tidak pernah segan untuk melibatkan anaknya yang
masih kecil dalam usaha mereka. Mereka sudah diberi tanggungjawab yang
cukup besar untuk ukuran seorang murid SD. Mereka diajari setiap proses
bisnis dari persiapan hingga sampai ke tangan pelanggan dan bagaimana
menangani pelanggan setelah transaksi jual beli.
Anak-anak orang Tionghoa juga diajak kerja lembur, bahkan banyak
dari mereka yang diajak bekerja sampai pagi tanpa tidur. Dalam proses
kerja itu, mereka di dampingi oleh orang tua mereka. Pada kesempatan itu
terjadi penurunan nilai-nilai cara berusaha dari orang tua mereka.
Melibatkan anak dari usia dini adalah cara yang paling ampuh dari
orang tua mereka untuk membentuk anak mereka menjadi bisnismen tangguh
di kemudian hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar